GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID
Oleh
Subhiyawati Burhan
A.
PENDAHULUAN
Kepribadian merupakan keseluruhan dari emosional dan perilaku yang
menandai kehidupan sehari-hari seseorang dalam kondisi yang biasanya,
berlangsung stabil dan dapat diramalkan. Kepribadian juga merupakan organisasi
dinamis yang menentukan kemampuan penyesuaian terhadap lingkungannya. Meskipun
kepribadian relatif konstan, namun kepribadian ini dapat mengalami perubahan
yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor fisik. (1) (2)
Gangguan kepribadian
merupakan suatu varian dari sifat karakter yang ditemukan pada sebagian besar
orang dimana kepribadiannya tidak fleksibel dan megalami maladaptif. Faktor
genetik, psikoanalitik, biologi dan faktor tempramental mempengaruhi timbulnya
gangguan kepribadian. (1)
Berdasarkan DSM-IV,
gangguan kepribadian dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu kelompok A terdiri
dari gangguan kepribadian paranoid, skizoid, dan skizotipal; kelompok B terdiri
dari gangguan kepribadian antisosial, ambang, histrionik, dan narsistik;
kelompok C terdiri dari gangguan kepribadian menghindar, dependen,
obsesif-kompulsif dan kategori gangguan kepribadian yang tidak ditentukan. (1)
Terdapat banyak jenis gangguan kepribadian yang dapat
menyerang mental seseorang, salah satunya adalah gangguan kepribadian paranoid
yaitu kesalahan dalam mengartikan perilaku orang lain sebagai suatu hal yang
bertujuan menyerang atau merendahkan dirinya. Gangguan ini biasa muncul pada
masa dewasa awal yang mana merupakan manifestasi dari rasa tidak percaya dan
kecurigaan yang tidak tepat terhadap orang lain sehingga menghasilkan
kesalahpahaman atas tindakan orang lain sebagai sesuatu yang akan merugikan
dirinya.
B.
DEFINISI
Kepribadian paranoid adalah suatu
gangguan kepribadian dengan sifat curiga yang menonjol. Orang seperti ini
mungkin agresif dan setiap orang yang lain dilihat sebagai seorang agresor
terhadapnya, dimana ia harus mempertahankan dirinya. Ia bersikap sebagai
pemberontak dan angkuh untuk menahan harga diri, sering ia mengancam orang lain
sebagai akibat proyeksi rasa bermusuhannya sendiri. Dengan demikian ia
kehilangan teman-teman dan mendapatkan banyak musuh. (3)
Orang dengan kepribadian paranoid memiliki kecenderungan umum yaitu suka
melemparkan tanggung jawab kepada orang lain, menolak sifat-sifat orang lain
yang tidak memenuhi ukuran yang telah dibuatnya sendiri. Untuk mempertahankan
rasa harga dirinya, ia membuat keterangan yang tidak masuk akal tentang
kesalahan-kesalahannya, tetapi yang memuaskan emosinya sendiri. Sering diduga
bahwa orang lainlah yang tidak adil, bermusuhan, dan agresif. (3)
C.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi gangguan kepribadian paranoid adalah 0,5 -2,5 persen. Orang
dengan gangguan ini jarang mencari pengobatan sendiri. Jika dirujuk ke
pengobatan oleh pasangan atau perusahaannya, mereka seringkali menarik orang
lain bersama-sama dan tidak tampak menderita. Sanak saudara pasien skizofrenik
menunjukkan insidensi gangguan kepribadian paranoid yang lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol. Gangguan ini lebih sering pada laki-laki
dibandingkan wanita. Insidensi diantara homoseksual tidak lebih tinggi daripada
umumnya, seperti yang dulu diperkirakan, tetapi dipercaya lebih tinggi pada
kelompok minoritas, imigran, dan tunarungu dibandingkan populasi umum. (1)
D.
ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya gangguan kepribadian paranoid belum sepenuhnya
diketahui namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi :
Genetik
Gangguan kepribadian kelompok A (paranoid, skizoid, dan skizotipal) lebih
sering ditemukan pada sanak saudara biologis dari pasien skizofrenik. Secara
bermakna gangguan kepribadian skizotipal lebih banyak ditemukan dalam riwayat
keluarga skizofrenia. Korelasi yang lebih jarang ditemukan pada gangguan
kepribadian paranoid atau skizoid dengan skizofrenia. (1)
Tempramental
Gangguan kepribadian tertentu mengkin berasal dari kesesuaian parental
yang buruk misalnya kultur yang memaksakan agresi mungkin secara tidak sengaja
mendorong dan dengan demikian berperan dalam gangguan kepribadian paranoid. (1)
Disfungsi kognitif
Pada penelitian yang dilakukan oleh Forsell
& Henderson yang dilakukan pada oarang lanjut usia menemukan bahwa
disfungsi kognitif dapat menjadi faktor resiko terjadinya gejala paranoid.
Dengan melakukan pengukuran aliran darah regional, pada pasien dengan gejala
paranoid menunjukkan peningkatan aktifitas fungsional terutama pada regio
frontal dan menunjukkan penurunan aliran darah pada regio temporal posterior. (4)
Isolasi sosial
Pada penelitian yang sama yang dilakukan oleh Forsell & Handerson mengemukakan bahwa pasien yang mengalami
isolasi sosial termasuk di dalamnya akibat perceraian, tidak memiliki teman
atau jarang mendapat kunjungan memiliki hubungan dengan terjadinya gejala
paranoid. (4)
E.
GEJALA
KLINIS
Ciri penting dari gangguan
kepribadian paranoid adalah kecenderungan pervasif dan tidak diinginkan yang menginterpretasikan tindakan orang lain sebagai sesuatu
yang merendahkan atau mengancam
secara disengaja. Pasien memiliki keterbatasan secara
afektif dan tampak tidak memiliki emosi. Mereka membanggakan dirinya sendiri
karena merasa rasional dan
objektif, tetapi sebenarnya tidak. Dalam situasi sosial, orang dengan gangguan
kepribadian paranoid mungkin tampak seperti sibuk dan efisien, tetapi mereka
seringkali menciptakan ketakutan atau konflik bagi orang lain. (1)
F.
DIAGNOSIS
Kriteria Diagnostik Gangguan Paranoid
berdasarkan DSM-IV :
A. Ketidakpercayaan
dan kecurigaan yang pervasif kepada orang lain sehingga motif mereka dianggap
sebagai berhati dengki, dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai
konteks, seperti yang ditunjukkan oleh empat (atau lebih) berikut :
1. Menduga,
tanpa dasar yang cukup, bahwa orang lain memanfaatkan, membahayakan, atau
menghianati dirinya.
2. Preokupasi
dengan keraguan yang tidak pada tempatnya tentang loyalitas atau kejujuran
teman atau rekan kerja.
3. Enggan
untuk menceritakan rahasianya kepada orang lain karena rasa takut yang tidak
perlu bahwa informasi akan digunakan secara jahat melawan dirinya.
4. Membaca
arti merendahkan atau mengancam yang tersembunyi dari ucapan atau kejadian yang
biasa.
5. Secara
persisten menanggung dendam, yaitu tidak memaafkan kerugian, cedera, atau
kelalaian.
6. Merasakan
serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak tampak bagi orang lain
dan dengan cepat bereaksi secara marah atau balas menyerang.
7. Memiliki
kecurigaan yang berlulang, tanpa pertimbangan, tentang kesetiaan pasangan atau
mitra seksual.
B. Tidak terjadi semata-mata selama
perjalanan skizofrenia, suatu gangguan mood dengan ciri psikotik, atau gangguan
psikotik lain dan bukan karena efek fisiologis langsung dari kondisi medis
umum. (1)
Sedangkan kriteria diagnostik gangguan kepribadian paranoid menurut PPGDJ
III:
·
Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri:
a)
Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan
penolakan;
b)
Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam,
misalnya menolak untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati masalah kecil;
c)
Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk
mendistorsikan pengalaman dengan menyalah-artikan tindakan orang lain yang
netral atau bersahabat sebagai suatu tindak permusuhan atau penghinaan;
d)
Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak
pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada (actual situation);
e)
Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justification), tentang kesetiaan
seksual dari pasangannya;
f)
Kecenderungan untuk merasa dirinya penting
secara berlebihan, yang bermanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri
sendiri (self-referential attitude);
g)
Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan
bersekongkol dan tidak substantif dari suatu peristiwa, baik yang menyangkut
diri pasien sendiri maupun dunia pada umumnya.
·
untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas. (5)
G.
DIAGNOSIS
BANDING
-
Gangguan delusional , waham yang terpaku tidak
ditemukan pada gangguan kepribadian paranoid
-
Skizofrenia paranoid, halusinasi dan pikiran
formal tidak ditemukan pada gangguan kepribadian paranoid.
-
Gangguan
kepribadian ambang, pasien paranoid jarang mampu terlibat secara berlebihan dan
rusuh dalam persahabatan dengan orang lain seperti pasien ambang. Pasien
paranoid tidak memiliki karakter antisosial sepanjang riwayat perilaku
antisosial.
-
Gangguan
schizoid adalah menarik dan menjauhkan
diri tetapi tidak memiliki gagasan paranoid. (1)
H.
PENATALAKSANAAN
-
Psikoterapi. Pasien
paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi kelompok, karena itu ahli terapi
harus berhadapan langsung dalam menghadapi pasien, dan harus diingat bahwa
kejujuran merupakan hal yang sangat penting bagi pasien. Ahli terapi yang
terlalu banyak menggunakan interpretasi mengenai perasaan ketergantungan yang
dalam, masalah seksual dan keinginan untuk keintiman dapat meningkatkan ketidakpercayaan
pasien.
-
Farmakoterapi.
Farmakoterapi berguna dalam menghadapi agitasi dan kecemasan. Pada
sebagian besar kasus, obat anti anxietas seperti diazepam dapat digunakan. Pemberian obat anti anxietas di
indikasikan atas dasar adanya kecemasan dan kekhawatiran yang dipersepsi
sebagai ancaman yang menyebabkan individu tidak mampu beristirahat dengan
tenang. Diazepam dapat diberikan secara oral dengan dosis anjuran 10-30 mg/hari
dengan 2-3 kali pemberian. Atau mungkin perlu untuk menggunakan anti psikotik, seperti
thioridazine atau haloperidol, dalam
dosis kecil dan dalam periode singkat untuk menangani agitasi parah atau
pikiran yang sangat delusional. Obat anti psikotik pimozide bisa digunakan
untuk menurunkan gagasan paranoid. (1) (6)
I.
PROGNOSIS
Tidak ada penelitian jangka panjang
yang adekuat terhadap pasien gangguan kepribadian paranoid yang telah
dilakukan. Pada beberapa orang gangguan kepribadian paranoid adalah terjadi
seumur hidup. Pada orang lain, gangguan ini adalah tanda dari skizofrenia. Pada
orang lain lagi, saat mereka menjadi
semakin matang dan stres menghilang, sifat paranoid memberikan jalan untuk
pembentukan reaksi, perhatian yang tepat terhadap moralitas dan perhatian
altruistik. Tetapi, pada umumnya, pasien dengan gangguan kepribadian paranoid
memiliki masalah seumur hidupnya dan tinggal bersama orang lain. Masalah
pekerjaan dan perkawinan adalah sering ditemukan. (1)
J.
KESIMPULAN
Kepribadian paranoid adalah suatu
gangguan kepribadian dengan sifat curiga yang menonjol, orang seperti ini
mungkin agresif dan setiap orang yang lain dilihat sebagai seorang agresor
terhadapnya, dimana ia harus mempertahankan dirinya. Ia bersikap sebagai
pemberontak dan angkuh untuk menahan harga diri, sering mengancam orang lain
sebagai akibat proyeksi rasa bermusuhannya sendiri. Mereka cenderung tidak
memiliki kemampuan untuk menyatakan perasaan negatif yang mereka miliki
terhadap orang lain. Selain itu, mereka pada umumnya juga tidak kehilangan
hubungan dengan dunia nyata, dengan kata lain berada dalam kesadaran saat
mengalami kecurigaan yang mereka alami walau secara berlebihan.
Secara spesifik penyebab dari
munculnya gangguan ini masih belum diketahui, namun seringkali dalam suatu
kasus muncul pada individu yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan
skizofrenia, dengan kata lain faktor genetik masih mempengaruhi. Gangguan
kepribadian paranoid juga dapat disebabkan oleh pengalaman masa kecil yang
buruk ditambah dengan keadaan lingkungan yang dirasa mengancam. Pola asuh dari
orang tua yang cenderung tidak menumbuhkan rasa percaya antara anak dengan
orang lain juga dapat menjadi penyebab dari berkembangnya gangguan ini.
Pada pemeriksaan psikiatrik,
pasien dengan gangguan kepribadian paranoid tampak kaku dan keheranan karena
diminta mencari bantuan psikiatrik. Ketegangan otot, tidak dapat santai, dan
kebutuhan untuk mencari petunjuk-petunjuk di lingkungan mungkin ditemukan. Afek
pasien seringkali tanpa humor dan serius. Walaupun beberapa alasan argumentasi
mereka mungkin salah, pembicaraan mereka diarahkan oleh tujuan dan logis. Isi
pikiran mereka menunjukkan bukti-bukti proyeksi, praduga, dan kadang-kadang
gagasan mengenai diri sendiri (ideas of
reference).
Psikoterapi adalah cara utama untuk
mengobati gangguan kepribadian. Selama psikoterapi, pasien belajar tentang
kondisi dan suasana hati, perasaan, pikiran dan perilaku. Pada psikoterapi,
pasien menggunakan wawasan dan pengetahuan yang pasien
peroleh sehingga pasien dapat mempelajari cara-cara sehat untuk mengelola
gejala.
Farmakoterapi adalah berguna dalam
menghadapi agitasi dan kecemasan. Pada sebagian besar kasus suatu obat anti
ansietas seperti diazepam (Valium) adalah memadai. Tetapi mungkin perlu untuk
menggunakan suatu anti psikotik, seperti haloperidol (Haldol), dalam dosis
kecil dan dalam periode singkat untuk menangani agitasi parah atau pikiran yang
sangat delusional.
DAFTAR PUSTAKA
1.
|
Kaplan IH, Sadock
JB, Grebb AJ, editors. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis. 7th ed. Jakarta: EGC; 2005.
|
2.
|
Anonim. Profil
kepribadian Siswa berdasarkan Kluster Sekolah. [Online]. [cited 2012
Agustus 13. Available from: http://repository.upi.edu/operator/upload/s_a0255_0607265_chapter1.pdf.
|
3.
|
Maramis WF. Catatan
Ilmu Kedokteran Jiwa Surabaya: Airlangga University Press; 1995.
|
4.
|
Forsell Y,
Henderson AS. Epidemiology of paranoid symptoms in an elderly population.
BJPsych. 1998; 172.
|
5.
|
Maslim R, editor.
Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPGDJ-III Jakarta:
FK Unika Atmajaya; 2003.
|
6.
|
Maslim R.
Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. 3rd ed. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2007.
|