LionQueen Properties. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

penatalaksanaan karsinoma buli-buli


Bagian Ilmu Bedah                                                                                                 REFERAT

Fakultas Kedokteran                                                                                              Februari  2013

Universitas Hasanuddin



PENATALAKSANAAN
 KARSINOMA BULI-BULI

Disusun oleh:
Subhiyawati Burhan
C111 08 004

Pembimbing:
dr. Suciati

Supervisor:
dr. Muh. Asykar A. Palinrungi, Sp.U.


Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Makassar
2013


HALAMAN  PENGESAHAN


Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa
Nama                           :           Subhiyawati Burhan
NIM                            :           C11108004

Judul Referat              :           Penatalaksanaan Karsinoma Buli-Buli

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Februari 2013

Supervisor,                                                                  Pembimbing,



dr.Muh. Asykar A. Palinrungi, Sp.U                                      dr. Suciati











DAFTAR ISI




KARSINOMA BULI-BULI

Oleh Subhiyawati Burhan

PENDAHULUAN

Karsinoma buli-buli merupakan suatu karsinoma yang berasal dari jaringan pada buli-buli. Sebagian besar karsinoma buli-buli merupakan karsinoma sel transisional (karsinoma yang berasal dari sel yang secara normal berada pada lapisan terdalam dari buli-buli). Tipe lain dari karsinoma buli-buli yakni karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma. (1)
Karsinoma buli-buli merupakan 2% dari keganasan dan merupakan keganasan kedua terbanyak pada sistem urogenitalia setelah karsinoma prostat. Rata-rata usia penderita adalah 65 tahun. (2) (3) Karsinoma ini lebih sering terjadi pada kelompok golongan kulit putih dibanding orang kulit hitam dimana rasio laki-laki dibanding perempuan yaitu 2,7:1. 85% terlokalisasi di buli-buli dan 15% menyebar ke limfonodus regional atau ke tempat yang lebih jauh (3). Sekali diagnosis ditegakkan maka tendensi untuk berulang sepanjang waktu dan lokasi yang baru pada traktus urinarius dapat terjadi sehingga diperlukan monitoring yang berkelanjutan. (4)
Tindakan pertama bila seseorang didiagnosis karsinoma buli-buli adalah dengan melakukan TUR buli-buli sekaligus menentukan luas infiltrasi tumor. Alternatif tindakan selanjutnya ditentukan berdasarkan stadium karsinoma itu sendiri. Tindakan tersebut dapat berupa pengawasan ketat, instilasi intravesika, sistektomi atau radiasi, radiasi eksterna dan terapi adjuvan dengan kemoterapi sistemik. (5)

 

EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan data dari Global Cancer Statistic, pada tahun 2008 ditemukan 386.300 kasus baru karsinoma buli-buli di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 150.200. Insiden terbanyak ditemukan di negara-negara Eropa, Amerika Utara dan Afrika Utara dan insiden paling rendah di negara-negara Melanesia dan Afrika Tengah. Di Asia Tenggara ditemukan pada pria 4,5/100.000 penduduk dan pada wanita 1,3/100.000 penduduk (6). Di Indonesia berdasarkan data yang dikumpulkan di Universitas Indonesia pada tahun 1991, karsinoma buli-buli menempati urutan ke 9 dari 10 kanker terbanyak pada laki laki dengan jumlah 3,97%. (7)
Karsinoma buli-buli merupakan kanker yang kebanyakan terjadi pada laki-laki dengan predileksi usia 50-70 tahun. Penyebabnya hingga saat ini kebanyakan belum jelas namun terdapat faktor terkait yang saat ini umum diakui yakni lingkungan dan pekerjaan, merokok, metabolisme, serta faktor lain seperti iritasi dan infeksi. (2)

ANATOMI

Saat terisi  buli-buli memiliki kapasitas sekitar 500 ml dan  berbentuk ovoid dan pada saat kosong buli-buli berbentuk tetrahedral dan  memiliki permukaan  superior yaitu pada urakus, dua permukaan inferolateral dan permukaan posteroinferior atau dasar dengan leher buli-buli pada bagian terendah. (8)
Urakus menggantungkan buli-buli pada dinding abdomen anterior. Urakus terdiri dari otot polos longitudinal yang terbentuk dari dinding buli-buli. Semakin dekat dengan umbilius, urakus semakin banyak jaringan ikat dan biasanya bersatu dengan arteri umbilikalis. (8)
Permukaan superior dari buli-buli ditutupi oleh peritoneum. Di anterior, peritoneum berjalan hingga ke dinding anterior abdomen. Saat mengalami distensi, buli-buli terangkat ke rongga pervis dan memisahkan antara peritoneum dan dinding anterior abdomen. Hal ini memungkinkan dilakukannya sistostomi suprapubik tanpa beresiko masuk kedalam kavum peritoneal. Di bagian posterior, peritoneum berjalan hinggapada level vesika seminalis dan bergabung dengan peritoneum yang berada pada anterior rektum dan membentuk ruang rektovesika.  Pada perempuan, peritoneum pada permukaan superior berjalan di depan uterus dan membentuk kantung vesicouterine dan berlanjut ke posterior menbentuk kantung rektouterine. (8)
Pada bagian anteroinferior dan lateral dari buli-buli dilindungi dari dinding lateral pelvis oleh bantalan lemak retropubis dan perivesika serta  jaringan ikat longgar. Pada bagian dasar dari buli-buli berhubungan dengan vesika seminalis, ampulla vas deverens dan ureter terminalis. Leher buli-buli terletak pada meatus uretra internus sekitar 3-4 cm dibelakang titik tengah simfisis pubis dan difiksasi oleh fascia pelvis. Akibat hubungannya dengan prostat maka posisinya sedikit berubah dengan berbagai kondisi pada buli-buli dan rektum. (8)
Gambar 1
Dikutip dari kepustakaan (8)
Mukosa buli-buli terdiri dari epitel transisional. Dibawahnya terdapat jaringan submukosa yang terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastis. Dibagian luar dari mukosa terdiri dari otot detrusor yang merupakan campuran dari serat otot polos yang tersusun secara acak dari longitudinal, sirkuler, dan spiral yang tidak memiliki orientasi kecuali ada daerah sekitar orificium uretra interna dimana terdiri dari tiga lapis yakni longitudinal dibagian dalam, sirkuler di tengah dan longitudinal di bagian terluar. (9)

         
               Gambar 2
          Dikutip dari kepustakaan (9)
Buli-buli mendapatkan suplai darah dari arteri vesica superior, media dan inferior yang berasal dari trunkus anterior arteri iliaca interna (hipogastrika) dan dari percabangan dari arteri gluteal inferior dan obturator. Pada perempuan buli-buli juga mendapatkan suplai darah dari arteri vaginalis dan arteri uterina. (9)
Gambar 3
Dikutip dari kepustakaan (8)

Buli-buli dikelilingi oleh banyak pleksus vena yang menuju ke vena iliaca interna (hipogastrica). (9)

Gambar 4.
Dikutip dari kepustakaan (8)
Sistem limfatik pada buli-buli mengalir ke dalam nodus limfatik vesika, iliaka eksterna, iliaka interna, dan iliaka komunis. (9)
gambar 5.png
Gambar 5.
Dikutip dari kepustakaan (8)

ETIOLOGI

Etiologi karsinoma buli-buli kebanyakan belum jelas. Saat ini faktor terkait yang umum diakui adalah:
Non Genetik
1.        Merokok
Sekitar 50% laki-laki dan 31% perempuan yang menderita karsinoma buli-buli memiliki riwayat merokok. Risiko terkena karsinoma buli-buli meningkat dua kali lipat pada perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok.Diduga agen penyebabnya adalah alfa dan beta-naftilamin yang ditemukan pada urine perokok. (9)

2.        Lingkungan dan pekerjaan
Beta-naftilamin, benzidin, 4-aminobifenil merupakan zat karsinogen kandung kemih, kontak jangka panjang dengan zat tersebut dapat menimbulkan kanker kandung kemih. Zat pewarna, produk karet-plastik, cat, zat pencuci,dll juga mungkin menjadi faktor karsinogen. (2)

3.        Metabolisme triptofan dan asam nikotinat abnormal
Kelainan metabolisme triptofan dapat menghasilkan beberapa metabolit yang setelah melalui proses dalam hati lalu dieksresikan ke buli-buli bersifat karsinogenik. (2)

4.        Diet
Beberapa peneliti menghubungkan faktor diet dengan risiko terjadinya karsinoma buli-buli. Sebuah penelitian case-control menemukan bahwa risiko meningkat dengan mengonsumsi makanan berminyak atau berlemak dan risiko menurun dengan mengonsumsi vitamin A. Kualitas air  minum dimana melalui proses klorinisasi dan adanya kandungan arsen dalam air minum meningkatkan risiko terjadinya karsinoma buli-buli. Konsumsi kopi dan pemanis buatan belum sepenuhnya diyakini sebagai faktor risiko terjadinya karsinoma buli-buli. (10)

5.        Obat-obatan dan penyakit
Penggunaan analgetik fenasetin berhubungan dengan penyakit ginjal kronik dan dapat berkembang menjadi kanker pada buli-buli, ureter dan pelvis ginjal. Penggunaan agen sitotoksik/imunosupresif seperti siklofosfamid meningkatkan risiko terjadinya kanker buli-buli hingga 9 kali dengan periode laten kurang dari 10 tahun. Iradiasi daerah pelvis pada kanker prostat, kanker serviks atau kanker ovarium dapat meningkatkan risiko terjadinya karsinoma buli-buli sekunder. (10)
Schistosomiasis yang disebabkan oleh trematoda Schistosoma hematobium, yang endemik di daerah Asia Tengah, Asia Tenggara, dan Afrika, dihubungkan dengan berkembangnya karsinoma buli-buli. Pada daerah endemik, karsinoma buli-buli yang sering ditemukan berbentuk tumor solid.Sebagian besar dari kasus merupakan squamous cell carcinoma.Pasien dengan paraplegia, risiko meningkat untuk terjadinya squamous cell carcinoma. (10)

6.        Faktor lainnya
Iritasi kronis mukosa buli-buli, seperti infeksi kronis, batu buli-buli serta obtruksi uretral.Leukoplakia mukosa, sistisis adenomatosa dianggap sebagai lesi prekanker, dapat menginduksi perubahan ke ganas. Adanya parasit dalam buli-buli dapat menjadi faktor prediposisi karsinoma buli-buli. (2)

Genetik (3)


1.        Telah dilaporkan  adanya abnormalitas pada kromosom 3,5,7,9, dan 11
2.        Abnormalitas utama pada kromosom 9p dan 11p. Kelainan pada kromosom 9p paling sering ditemukan pada karsinoma superfisial dan kelainan pada  kromosom 11p terjadi pada karsinoma invasif.


KLASIFIKASI

Karsinoma buli-buli terdiri atas bebrapa tipe yaitu: (11)
1.        Karsinoma sel transisional
Karsinoma sel transisional merupakan karsinoma terbanyak dengan presentasi mencapai 90% dari semua kasus karsinoma buli-buli. Karsinoma ini terdiri dari:
§  Karsinoma sel transisional tipe papilar merupakan tipe yang berbentuk frondular eksofitik. Ukuran dan jumlahnya bervariasi. Tipe ini merupakan bentuk yang paling umum pada karsinoma sel transisional pada buli-buli. Sebagian besar tumor kecil dan non-invasif.
§  Karsinoma sel transisional tipe sesile muncul dengan bentuk yang kurang frondular, lebih solid dan dengan dasar yang lebih luas. Tumor ini memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih invasif.
§  Karsinoma in situ ditandai dengan empat ciri karakteristik yaitu berbentuk datar, eritema, multifokal dan tingkat keganasan tinggi. Adanya karsinoma in situ dapat dijadikan indikator peningkatan agresifitas biologis. Tumor papiler atau sesile lebih mudah mengalami rekurensi dan invasi dibandingkan dengan karsinoma insitu.
2.        Karsinoma sel skuamosa
Jumlah tipe ini sekitar 7-8% dari karsinoma buli-buli yang biasanya dikaitkan dengan adanya iritasi kronis pada urotelium ( misalnya schistosomiasis, batu buli-buli atau adanya benda asing pada buli-buli)
3.        Adenomaksinoma
Karsinoma ini menyumbang1% sampai 2% dari kasusdan berhubungan denganinfeksi kronis, ekstrofi buli-buli, atau sisa-sisa urachal dalam kubah buli-buli. Adenokarsinoma cenderung merupakan tumor penghasil mukus.
4.        Karsinoma tipe lain
Yang termasuk jenis ini adalah  jenis small cell carcinoma, sarkoma, melanoma, dan tumor karsinoid.

PATOGENESIS

Kanker pada saluran urotelium ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami kekambuhan, baik di tempat yang sama ataupun di tempat yang jauh dari saluran urotelial. Hal ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya defek pada urotelium dapat berkembang dan memiliki kecenderungan untuk membentuk suatu tumor yang baru. Meskipun pendapat bahwa tumor yang tumbuh pada tempat yang berbeda pada saluran urotelial berasal dari klon yang sama masih kontroversial, namun beberapa penelitian mendukung hal ini. (10)
Serangkaian peristiwa genetik cenderung mengarahkan ke perkembangan (peristiwa primer) dan progresi (peristiwa sekunder) dari karsinoma buli-buli. Hal ini diyakini mengakibatkan aktivasi protoonkogen dan/atau inaktivasi gen supresor tumor. Beberapa studi menayatakan bahwa hal yang berperan penting yakni perubahan jalur gen p53 dan kerentanan gen retinoblastoma (RB). Perubahan ekspresi pada produk retinoblastoma (RB) pada tumor buli-buli dapat diperoleh melaui spesimen sistektomi atau reseksi transuretral dimana hal ini dikaitkan dengan perlangsungan yang lebih buruk. Akumulasi protein nuklear p53 yang diperoleh dari analisis imunohistokimia dikaitkan dengan kemungkinan perkembangan tumor superfisial dan kekambuhan pada tumor yang invasif. Pengaruh dari perubahan gen lain seperti p21 dan p16 saat ini menjadi sorotan terbaru. (10)

DIAGNOSIS

Anamnesis
Sekitar 85% pasien dengan karsinoma buli-buli memberikan gejala hematuria yang bersifat total atau mikroskopik, tidak nyeri, dan bersifat kambuhan (intermitten). Pada sebagian kecil kasus dapat disertai gejala-gejala iritasi seperti frekuensi, urgensi dan disuria.Gejala ini sering ditemukan pada pasien dengan karsinoma insitu atau karsinoma yang telah mengadakan infiltrasi luas yang menurunkan kapasitas buli-buli atau juga disebabkan oleh overaktivitas dari buli-buli. (5) (9) (10)
Hematuria dapat menimbulkan retensi bekuan darah sehingga pasien datang dengan keluhan tidak dapat miksi. Keluhan akibat penyakit yang lebih lanjutberupa obstruksi saluran kemih bagian atas atau edema tungkai. Edema tungkai disebabkan karena penekanan aliran limfe oleh massa tumor atau oleh kelenjar limfe yang membesar pada daerah pelvis. (5)
Nyeri pada karsinoma buli-buli disebabkan karena tumor lokal yang makin berkembang atau karena telah bermetastasis.Nyeri pada daerah panggul dapat mengindikasikan adanya obstruksi uretra.Nyeri pada daerah suprapubik dapat disebabkan karena invasi tumor ke jaringan lunak perivesika, obstruksi pada muara buli-buli dan adanya retensi urin.Nyeri pada tulang mengindikasikan bahwa tumor telah bermetastasis ke tulang. (10)
Pemeriksaan fisis
Palpasi bimanual dapat dilakukan dengan narkose umum (agar otot buli-buli relaks) pada saat sebelum dan setelah reseksi tumor TUR buli-buli.Jari telunjuk kanan melakukan colok dubur atau colok vagina sedangkan tangan kiri melakukan palpasi pada daerah suprasimfisis untuk memperkirakan infiltrasi tumor. (5). Selain itu pemeriksaan ini dilakukan  untuk mengetahui ada tidaknya massa dan penyebarannya, ukuran, mobilitas, dan derajat fiksasi pada organ lain. (3) Jika buli-buli tidak mobile, hal ini menunjukkan fiksasi tumor pada struktur didekatnya melalui invasi langsung. (5) (9)
Ditemukannya massa saat palpasi di flank area menunjukkan terjadinya hidronefrosis. (3)
Ditemukannya hepatomegali atau limfadenopati supraklavikuler merupakan tanda dari metastasis.Pada kasus yang jarang, metastasis dapat terjadi pada organ yang tidak biasa seperti pada kulit yang menunjukkan nodul yang nyeri yang disertai dengan ulkus. (9)


Pemeriksaan laboratorium
            Tes laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien dengan karsinoma buli-buli yakni:
1.      Tes laboratorium rutin
Pada tes ini yang paling sering ditemukan adalah hematuria.Hematuria  kadang disertai dengan pyuria yang disebabkan oleh adanya infeksi traktus urinarius secara bersamaan. Azotemia terjadi pada pasien dengan oklusi ureter akibat tumor primer pada buli-buli atau adanya limfadenopati. Anemia ditemukan pada pasien yang kehilangan darah kronik atau perubahan pada sumsum tulang akibat metastasis. (9)
2.      Sitologi urin
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat sel-sel urotelium yang terlepas bersama urin. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi adanya tumor pada pasien dengan gejala simptomatik dan untuk menevaluasi pengobatan (9). Kira-kira 82-90% menunjukkan hasil positif, 20% memberikan hasil negatif palsu dan 1-12% positif palsu. (3)

3.      Antigen permukaan sel
Pemeriksaan BTA (Bladder Tumor Antigen) merupakan pemeriksaan yang menggunakan partikel IgG untuk mendeteksi adanya tumor superfisial pada buli-buli. Pemeriksaan lain berupa nuclear matrix protein (NMP22 test), fibrin degradation product (FDP assay), telomerase activity dan hyaluronidase level dapat digunakan untuk skrining sitologi. (12)
4.      Flow cytometry
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya kelainan kromosom pada sel-sel urotelium. (5)
Pemeriksaan radiologi
1.      Pielografi eksretorik
Pemeriksaan ini dapat melihat pelvis renis, ureter apakah terdapat tumor dan pengaruh tumor terhadap fungsi ginjal. Pencitraan buli-buli dapat melihat defek pengisian, infiltrasi dinding buli-buli menjadi keras dan tidak beraturan. (2)
2.      USG
USG dapat menemukan tumor di atas 0,5 cm, jika dilakukan scanning transuretral, akurasi dapat mencapai 94%, dapat secara lebih tepat mengetahui lingkup invasi dan stadium tumor. Akhir-akhir ini penggunaan pencitraan ultrasonik 3 dimensi dapat menunjukkkan bentuk dan lokasi tumor secara stereoskopik. (2)
3.      CT
Akurasi stadium lebih tinggi dibandingkan dengan USG, dapat mencapai 90%.Peemriksaan ini dapat memahami secara tepat hubungan tumor dan sekitarnya maupun ada tidaknya metastasis kelenjar limfe regional. (2)
Sistoskopi
Sistoskopi merupakan metode paling utama dalam diagnosis, dapat langsung melihat lokasi, ukuran, jumlah, bentuk, situasi tangkai dan derajat infiltrasi di basis tumor. Karsinoma in situ selain mukosa setempat yang mengalami eritema, tidak ada kelainan lain. Pada waktu sistoskopi, harus diperhatikan hubungan tumor dengan ostium ureter dan leher buli-buli dan dilakukan biopsi. Belakangan ini terutama diperhatikan lesi patologis mukosa buli-buli, dilakukan biopsi random, jika secara visual ditemukan karsinoma in situ pada mukosa normal, hiperplasia atipikal, pertanda prognosis tidak baik. (2)
Diagnosis fotodinamik
            Merupakan metode diagnosis tumor yang baru-baru ini digunakan secara klinis, kedalam buli-buli dialirkan zat fotosensitasi, lalu disinari dengan cahaya khusus dari sistoskop fluoroskopi, secara makroskopik tampak sel tumor berwarna merah, sedangkan sel normal berwarna biru, mudah dibedakan. Kepekaan tinggi dan dapat menemukan mikrolesi sekitar 1 mm. (2)

 

STADIUM

Klasifikasi stadium TNM karsinoma buli-buli menurut UICC: (2)
Tis
Intraepitelial (karsinoma insitu)
TA
Papillar, terbatas pada mukosa
T1
Submukosa
T2
Lapisan otot superficial
T3a
Lapisan otot dalam
T3b
Lemak sekitar buli-buli
T4a
Ekstensi ke utertra pars prostatika
T4b
Organ sekitar
N+
Metastasis ke kelenjar limfe regional
M+
Metastasis organ ekstra pelvis

Klasifikasi gradasi menunjukkan tingkat keganasan tumor: (2)
Grade 1 : diferensiasi baik, epitel transisional lebih dari 7 lapis, displasia inti ringan, mitosis jarang ditemukan.
Grade 2 : epitel menebal, polarisasi sel menghilang, mitosis sering ditemukan, displasia inti derajat sedang.
Grade 3    : tergolong tidak berdiferensiasi, tidak ada persamaan dengan epitel normal, mitosis banyak.
Gambar 6.
Dikutip dari kepustakaan (9)

PROGNOSIS


Faktor yang menentukan prognosis karsinoma buli-buli tergantung pada stadium saat didiagnosis dan derajat diferensiasi tumor. Angka harapan hidup lima tahun pada pasien dengan tumor superfisial, invasi ke otot, dan tumor yang telah metastasis yakni berturut-turut  95%, 50%, dan 6%. Usia tua, ekspresi p53, aneuploid, tomor multifokal dan massa yang teraba merupakan faktor lain yang dapat memperburuk prognosis penyakit. (13)
Secara klinis dapat ditemukan dua jenis gambaran, yaitu gambaran superfisial dan yang bertumbuh invasif. Pada karsinoma buli-buli superfisisal, penderita berulang-ulang ditangani dengan sistoskopi untuk mengontrol reseksi lokal dan instilasi kemoterapi. Kebanyakan tidak mengalami metastasis sehingga prognosis ketahanan hidup agak baik walaupun morbiditasnya cukup berat. Pada penderita karsinoma buli-buli invasif mengalami riwayat penyakit yang sangat berbeda dengan karsinoma buli-buli superfisial. Sekitar 90% tidak pernah mengalami gambaran klinis karsinoma superfisial dan kurang lebih setengahnya telah bermetastasis jauh samar (occult) yang kebanyakan menjadi jelas dalan waktu satu tahun. Prognosisnya buruk dalam waktu satu-dua tahun. (14)




























PENATALAKSANAAN KARSINOMA BULI-BULI

          Metode terapi pada pasien dengan karsinoma buli-buli meliputi operasi, radioterapi, kemoterapi dan imunoterapi, namun yang utama adalah operasi. Penentuan jenis operasi didasarkan atas patologi tumor dan kondisi umum pasien. (2)

            Pasien dengan karsinoma buli-buli superfisial dapat ditangani dengan TUR yang diikuti dengan kemoterapi atau imunoterapi. Pasien dengan tumor yang kecil dan stadium rendah memiliki resiko rendah untuk mengalami progresi sehingga dapat ditangani dengan TUR saja disertai dengan pengawasan ketat atau diberikan kemoterapi intravesika. Pasien dengan T1, stadium tinggi, multipel, besar,  tumor rekuren atau disertai dengan adanya CIS pada biopsi merupakan tumor yang berisiko tinggi untuk mengalami progresi dan rekuren sehingga harus dipertimbangkan pemberian kemoterapi atau imunoterapi intravesika setelah dilakukan TUR komplit. Reseksi yang kedua pada daerah yang sama dilakukan untuk menentukan  stadium tumor yang lebih akurat dan untuk mementukan terapi. Reseksi ulangan dapat meningkatkan respon terhadap terapi intavesika. Penanganan pada pasien dengan T1 hingga saat ini masih kontroversial.Beberapa klinisi menyarankan untuk dilakukan radikal sistektomi khususnya pada grade III atau adanya lesi yang beresiko tinggi untuk mengalami progresi.Namun progresifitas dapat diturunkan dengan pemberian imunoterapi intravesika. (9)
            Pasien dengan tumor yang lebih invasif namun masih terlokalisir (T2,T3) memerlukan tindakan lokal yang lebih agresif berupa parsial atau radikal sistektomi atau kombinasi antara radiasi dan kemoterapi sistemik. Tumor yang lebih cepat perluasannya perlu dilakukan terapi yang lebih agresif. Pasien dengan tumar yang tidak dapat direseksi T4b dapat diberikan kemoterapi sistemik yang diikuti oleh operasi. Pasien dengan metastasis jauh diberikan kemoterapi sistemik dan diikuti pemberian terapi selektif seperti radiasi atau operasi tergantung pada respon pasien. (9)
            Berikut merupakan pilihan terapi inisial pada pasien dengan karsinoma buli-buli: (9)
Tabel 1.
Dikutip dari kepustakaan (9)

TUR buli-buli
            TUR merupakan bentuk penatalaksanaan awal karsinoma buli-buli.TUR ini memungkinkan hasil yang lebih akurat dalam memperkirakan stadium dan tingkat tumor serta merupakan pengobatan tambahan pada karsinoma buli-buli. Pasien dengan tumor tunggal, stadium dini dan tumor yang bersifat non invasif dapat diterapi dengan TUR saja namun tumor yang superfisial dengan stadium lanjut harus diterapi dengan TUR yang disertai dengan terapi intravesika selektif. TUR tunggal jarang dilakukan dalam menangani pasien dengan karsinoma yang invasif karena memiliki tingkat progresifitas dan kekambuhan tinggi. (9)
Operasi
Operasi/pembedahan dilakukan jika penyebaran karsinoma sudah mencapai otot buli-buli. Jenis operasi yang dapat digunakan dalam menangani karsinoma buli-buli adalah sistektomi parsial, sistektomi total, dan sistektomi radikal. Sistektomi parsial merupakan indikasi untuk tumor soliter dengan batas tegas pada mukosa. Sistektomi total merupakan terapi definitif untuk karsinoma superfisialis yang mengalami kekambuhan. Sistektomi radikal merupakan suatu tindakan pilihan jika terapi lain tidak berhasil atau timbul kekambuhan. (4)

1.        Sistektomi Parsial
Sistektomi parsial dapat memberikan kemampuan dan fungsi buli-buli yang normal setelah dilakukan operasi. Jenis operasi ini memiliki angka morbiditas dibanding jenis sistektomi lain (3). Pasien dengan tumor yang soliter, tumor yang menginfiltrasi lokal (T1-T3) di sepanjang dinding posterior lateral atau di kubah buli-buli merupakan indikasi untuk dilakukan sistektomi parsial, begitu juga pada karsinoma yang berada pada divertikulum. (9) selain itu indikasi dilakukan sistektomi parsial adalah jika tidak ditemukan CIS, letak tumor tidak berada pada leher buli-buli, dasar ataupun pada prostat, tidak ada riwayat penyakit yang sama sebelumnya ataupun riwayat keganasan urotelial. (3). Setelah dilakukan operasi maka untuk meminimalkan inplantasi tumor pada daerah luka maka pada saat dilakukan operasi dapat diberikan iradiasi dosis terbatas (1000-1600 cGy) dan dapat diberikan agen kemoterapi intravesika sebelum dilakukan operasi. (9)
2.        Sistektomi Total
Sistektomi total pada laki-laki dilakukan dengan cara mengangkat buli-buli, prostat, vesika seminalis, lemak perivesika pelvis peritonium, urakus remnant, uretra dan 1/3-1/4 bawah ureter. Pada perempuan dilakukan dengan cara mengangkat buli-buli, uretra, dinidng anterior vagina, ovarium, tuba fallopi, uterus, pelvis peritonium, urakus remnnant dan 1/3-1/4 bawah ureter. (3)
3.         Sistektomi radikal
Sistektomi radikal memiliki prosedur yang hampir sama dengan sistektomi total dengan tambahan dilakukan diseksi pada limfatik disepanjang bifurkasio aorta. Indikasi dilakukan sistektomi radikal yakni jika ukuran tumor terlalu besar untuk dilakukan sistektomi parsial, posisi tumor tidak memungkinkan untuk dilakukan resesksi misalnya pada dasar buli-buli, tumor multipel, karsinoma sel squamosa dan sarkoma yang radio resisten, ditemukannya leukoplakia dimana dapat berkembang ke arah keganasan. (3)


4.        Diatermi Terbuka
Diatermi terbuka dilakukan jika ditemukan tumor dengan ukuran yang sangat besar dan pada pemeriksaan histologi ditemukan tumor berdiferensiasi baik tanpa adanya infiltrasi ke lapisan otot. Cara ini memungkinkan untuk membuka buli-buli melalui rute suprapubik dan kemudian meresesksi tumor hingga ke dasarnya. Jika ukuran tumor lebih dari 5 cm dan memunjukkan infiltrasi pada lapisan otot maka yang dilakukan adalah mengangkat bagian superfisial kemudian diberikan material radioaktif misalnya emas radioaktif. Hal ini dapat mengeradikasi tumor yang berada di bawah yang tidak terangkat pada eksisi preeliminasi. (3)
Kemoterapi intravesika
Agen imunoterapi atau kemoterapi diinstilasi kedalam buli-buli via kateter untuk menghindari morbiditas sistemik yang terjadi pada banyak kasus.Terapi intravesika dapat menjadi propilaksis maupun terapi objektif dimana dapat menurunkan rekurensi tumor pada pasien yang telah diberikan TUR komplit. Kemoterapi intravesika digunakan pada dua keadaaan. Diberikan saat setelah dilakukan TUR yang bertindak sebagai profilaktik untuk mengurangi terjadinya implantasi sel tumor. Hal ini juga dapat digunakan sebagai terapi untuk mengurangi resiko terjadinya kekambuhan dan progresifitas tumor superfisisal dengan resiko rendah. Oleh karena itu kemoterapi atau imunoterapi intravesika dapat diberikan dalam 3 bentuk yakni adjuvan, profilaksis, maupun terapi. (9)
Tabel 2
dikutip dari kepustakaan (9)



Di Amerika Serikat agen pengobatan yang biasa digunakan adalah Mitomisin, Thiotepa, dan BCG (Bacillus Calmette-Guerin).

1.      Mitomisin
Mitomycin-C adalah antitumor, antibiotik, alkylating agen yangmenghambat sintesis DNA. Dengan berat molekul 329, penyerapan sistemik minimal. Dosis umum adalah 40 mg dalam 40 cc cairan steril atau larutan garam diberikan sekali seminggu selama 6 minggu. Dosis yang sama digunakan secara berangsur-angsur sebagai profilaksis tunggal. Antara 39% dan78% dari pasien dengan riwayat rekurensi, memberikan respon terhadap pemberian mitomisin-C secara intravesika dan angka kekambuhan berkurang setelah dilakukan TUR lengkap.  Efek samping yang dicatat dalam 10-43% dari pasien dan sebagian besar terdiri dari gejala iritasi berkemih termasuk frekuensi, urgensi, dan disuria. Keunikan obat ini  adalah menyebabkan munculnya ruam pada telapak tangan dan alat kelamin kira-kira 6% dari pasien, tetapi efek ini bisa dikurangi jika pasien mencuci tangan dan alat kelamin setelah pemberian intravesika. (9)

2.      Thiotepa
Thiotepa adalah agen alkilasi denganberat molekul dari 189. Meskipun berbagai dosis telahdigunakan, 30 mg per minggu tampaknya cukup.Hingga 55% dari pasien merespon sepenuhnya. Cystitis tidakjarang terjadi setelah pemberian, tetapi biasanya ringan dan self-limited.
Myelosupresi
merupakan  leukopenia dan trombositopenia terjadi sampai dengan 9% dari pasien karena penyerapan sistemik. Hitung darah lengkap harus diperiksa pada semua pasien sebelum instilasi berikutnya. (9)
3.      BCG
BCG adalah strain Mycobacteriumbovis yang dilemahkan.Mekanisme yang tepat dimana BCGmemberikan efek antitumor tidak diketahui, tetapi tampaknya dimediasi imunologi. BCG telah terbukti sangat efektif baik terapi dan profilaksis dan menjadi agen intravesika paling baik untuk
pengelolaan CIS
. (9)

Radioterapi
Penyinaran dengan irradiasi eksternal (5000-7000 cGy) diberikan selama 5-8 minggu merupakan alternatif pilihan pada pasien dengan sistektomi radikal dimana karsinoma sangat berinfiltrasi. Pengobatan pada umumnya ditoleransi dengan baik. Namun kira-kira 15% pasien memberikan komplikasi usus, buli-buli atau  rektal yang signifikan. Angka harapan hidup lima tahun pada pasien dengan T2-T3 berada pada rentang 18-41%.
Namun sayangnya kekambuhan lokal sering terjadi sekitar 33-68% dari pasien. Oleh karena itu pemberian radiasi sebagai monoterapi biasanya diberikan hanya pada pasien yang memberikan respon yang tidak baik jika dilakukan operasi akibat lanjut usia ataupun ada penyakit penyerta. (9)
Kemoterapi
Sekitar 15% dari pasien dengan karsinoma buli-buli ditemukan adanya metastasis regional maupun metastasis jauh dan 30-40% pasien dengan penyakit yang invasif dapat mengalami metastasis jauh meskipun telah dilakukan sistektomi radikal. Tanpa adanya pengobatan, kelangsungan hidup pasien akan terbatas. Pemberian agen kemoterapi tunggal dan yang paling sering kombinasi beberapa obat menunjukkan respon terapi parsial ataupun komplit yang signifikan terhadap sejumlah pasien karsinoma buli-buli dengan metastasis. Cisplatin merupakan agen tunggal yang paling aktif yang jika digunakan secara tunggal, memberikan respon terapi sekitar 30%. Agen efektif lainnya yakni methotrexate, doxorubicin, vinblastin, siklofosfamid, gemcitabin, dan 5-fluorouracil. Tingkat respon meningkat dengan mengkombinasikan beberapa bahan aktif. Regimen methotrexate, vinblastin, doksorubicin (adriamicin) dan cisplatin (MVAC) merupakan regimen yang sering digunakan pada pasien karsinoma buli-buli tahap lanjut dan sekitar 13-15% pasien yang menerima regimen ini memberikan respon komplit. Namun demikian angka harapan hidup sekitar 20-25%.Pengobatan dengan MVAC kadang dikaitkan dengan adanya toksisitas substansial meliputi kematian akibat keracunan sekitar 3-4%. (9)

DAFTAR PUSTAKA


x
1.
Anonymous. National Cancer Institute. [Online]. [cited 2012 February 7. Available from: http://www.cancer.gov/cancertopics/types/bladder.
2.
Desen W, editor. Buku Ajar Onkologi Klinis. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.
3.
Palinrungi AM. Lecture Note on Uro-Onkology Makassar: Division of Urology, Department of Surgery, Faculty of Medicine, Hasanuddin University; 2010.
4.
Lumbantobing M. Kanker Vesica Urinaria (Buli-Buli). In Martono H, Pranaka H, editors. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p. 571-576.
5.
Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. 2nd ed. Malang: Sagung Seto; 2003.
6.
Jemal A, Bray F, Center MM, Ferlay J, Ward E, Forman D. Global Cancer Statistic. American Cancer Society. 2011 April; 61.
7.
Tjindarbumi D, Mangunkusumo R. Cancer in Indonesia, present and Future. Jpn J Clinical Oncology. 2001 August; 32.
8.
Chung BI, Sommer G, Brooks JD. Anatomy of the Lower Urinary Tract and Male Genitalia. In Kavoussi LR, Partin AW, Novick AC, Peters CA, editors. Campbel-Walsh Urology. United state of America: Elsevier; 2012. p. 40-55.
9.
Konety BR, Carroll PR. Urothelial Carcinoma: Cancers of Bladder, Ureter & Renal Pelvis. In Tanagho EA, McAninch JW. Smith's General Urology. United Stated of America: Lange McGraw Hill; 2008. p. 308-320.
10.
Galsky MD, Bajory DF. Bladder Cancer. In Schrier RW, editor. Diseases of The Kidney & Urinary Tract. Colorado: Lippincott William & Wilkin; 2007.
11.
Kramer A, Siroky MB. Neoplasm of Genitourinary Tract. In Siroky MB, Oates RD, Babayan RK, editors. Handbook of Urology: Diagnosis & Therapy. Massachusetts: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.
12.
Bernie JE, Schmidh JD. Bladder Cancer. In Nachtsheim D. Urological Oncology. California USA: Landes Bioscience; 2005. p. 53-65.
13.
Agrawal M, Dahut WL. Bladder Cancer. In Abraham J, Allegra CJ, Gulley J, editors. Bethesda Handbook of Clinical Oncology. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.
14.
Umbas R, Manuputty D, Sukasah CL, Swantari NM, Achmad IA, Bowolaksono , et al. Saluran Kemih dan Alat Kelamin Lelaki. In Jong Wd, Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2010. p. 896-899.
x


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

1...2...3... smile

Labels

Labels

Labels